BELAJAR EMPATI

Realitas yang terulang berulang kali, sebuah momok menakutkan tentang pendidikan. kebanyakan siswa selalu tegang jika mendengar tugas, ujian, lisan ataupun tulisan. Sangat kronis ketika para pebelajar menganggap belajar, tugas, dan ujian sebagai beban. Apa yang salah dengan pendidikan? atau adakah yang salah dengan tenaga pendidiknya? Realitas yang saya lihat di kampus dan hasil beberapa perbincangan dengan para pelajar di Bengkulu pun menunjukkan hal yang demikian. Mereka merasa tegang, takut, tidak percaya diri, ketika harus menghadapi sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu yang berkaitan dengan belajar. jika kondisi ini terus berlanjut hingga generasi berikutnya, maka bangsa ini akan mengalami krisis yang berkepanjangan. Terutama krisis dalam hal sumber daya manusianya.

Dalam pembelajaran sudah seharusnya seorang pendidik menegakkan lima pilar belajar, seperti
1) mampu menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa,
2) menghayati dan memahami segala sesuatu,
3) mampu berusaha dan bertindak seefektif mungkin,
4) mampu hidup bersama, dan terakhir
5) mampu menemukan jati diri.

Dengan memahami lima pilar belajar, maka kita akan mendapatkan gambaran bahwa kegiatan pembelajaran kita selama ini masih jauh dari yang diharapkan. Teori memang disusun sangat bagus bahkan super bagus. Akan tetapi, sayang pelaksanaan di lapangan masih jauh dari yang diharapakan. Selama kegiatan belajar mengajar, siswa tidak mengalami lima pilar belajar, bahkan relaitas yang saya lihat adalah kegiatan pembelajaran malah semakin menjauhakn mereka dari hakikat belajar yang sesungguhnya.

Menjalang ujian, siswa maupun mahasiswa kebingungan karena beberapa sebab, ada yang disebabkan karena guru atau dosen yang sering masuk sehingga materi terlalu banyak dan ada yang disebabkan karena dosen jarang masuk tetapi materi banyak sehingga masih tetap membingungkan. Ini realitas bukan jual kertas. Dimana komitmen seorang pengajar? Apa yang menyebabkan mereka tampak begitu sangat santai, tanpa beban, tidak masuk dan tidak mempedulikan mahasiswa. Hal ini adalah gambaran kecil, potret pendidikan di daerah kita atau bahkan di negeri kita.

Menjelang ujian adalaah masa-masa sulit bagi sebagian mahasiswa karena harus mengalahkan kebiasaannya untuk berpacu dengan tugas-tugas pendukung yang bersifat kognitif. Menjelang ujian, tugas tertumpuk setumpuk, bukan karena ngantuk akan tetapi karena mahasiswa sering menunda-nuda pekerjaan mereka. Penundaan itu tidak lain terjadi karena dua penyebab, pertama mahasiswa dan kedua penegakan disiplin oleh dosen.  Menjelang ujian masa yang paling menegangkan bagi mahasiswa.

Ketika ujian, ketegangan pun tetap terjadi, hingga akhirnya mereka melakukan kegiatan yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan huruf A. apakah mereka tidak pernah membaca bahwa sejarah telah membuktkan 85 % penentu kesuksesan bukan terletak pada kecerdasan intelektual akan tetapi lebih kepada seseorang yang mempunyai karakter, seseorang yang mampu menemukan potensi terbaik dalam dirinya.

Satu hal yang sangat saya sayangkan adalah sifat individualis yang sangat kental, beban yang mereka tanggung menyebabkan seseorang kehilangan kepekaan untuk memperhatikan satu dengan yang lain. Saat ujian ada dua tiga mahasiswa yang tidak ikut ujian. Pertama, sutanto, dikarenakan ia memang sudah lama tidak masuk kuliah sehingga mungkin timbul kata-kata terlanjur, kedua, angga, seorang lelaki fungky yang sekarang sedang banyak menghadapi masalah kehidupan. Ia merupakan tipe seorang perenung, terkadang gembira dan di lain kali menjadi sedih. Itu menandakan hati yang begitu sensitive. yang Ketiga adalah indah. Saya kasian dengan indah setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya, kenapa ia tidakmasuk ujian dua hari ini? ia tidak masuk ujian karena belum mendapat kartu peserta ujian. Ini merupakan kesalahan perangkat kelas kami yang kurang peka.

Setelah ujian siang tadi, kami menyempatkan diri untuk membahas kisi-kisi tentang ujian GPI. Di sela-sela pembahasan, tiba-tiba membahas mengenai anak-anak yang belum bisa mengikuti ujian. Ternyata indah adala titik fokusnya. Hampir seluruh yang hadir mengatakan hal itu adalah salah indah yang tidak membicarakan dengan anak-anak yang lain.

Tapi, ada satu yang berbicara bahwa itu adalah kesalahan kita.

“Karena kita jarang memperhatikan indah” ujar shinta

Bagiku ini sebuah pelajaran yang sangat berharga tentang sifat empati. Perempuan itu adalah shinta. Persoalan indah, angga, dan sutanto yang tidak masuk bagiku adalah soal besar yang harus dijawab oleh masing-masing mahasiswa. Ya…dengan tidak mendapatkan nilai A, akan tetapi, mendapat sifat empati dan itu lebih berharga daripada nilai A.

Malam ini, saya di sms oleh osi untuk ikut membantu indah menyelesaikan KPU dan KRS yang belum selesai besok pagi jam 7.30. Padahal saya sudah ada janji jam 8 pagi besok dengan pak satan di BTN. Akan tetapi, saya tetap  akan berusaha untuk membantu indah karena masih ada siswa waktu 30 menit.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Pendidikan Indonesia

BElajar yang sesungguhnya

Ciri - Ciri Kedewasaan